Sabtu, 06 April 2013

Tugas 4 Hukum Perjanjian



1.    Standar Kontrak
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena  kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan. 
Suatu kontrak harus berisi:
·  Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
·  Subjek dan jangka waktu kontra.
·   Lingkup kontrak
·   Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
·  Kewajiban dan tanggung jawab
·   Pembatalan kontrak

2.    Macam-macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
a.   Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
·       Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri
·       Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b.    Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
·      Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
·      Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c.    Perjanjian konsensuil dan formal.
·      Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
·      Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan cara tertulis
d.   Perjanjian bernama dan tidak bernama.
·      Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus.
·      Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur dengan ketentuan-ketentuan khusus.

3.    Syarat Sahnya Perjanjian
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
1)   Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri bahwa kedua pihak menyetujui materi yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan seseorang.
2)   Para pihak mampu membuat suatu perjanjian Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3)    Ada hal yang diperjanjikan Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.
4)   Dilakukan atas sebab yang halal adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.

4.    Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut teori penerimaan (Ontvangtheorie) lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.

5.    Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian atau pun batal karena hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
·  Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·  Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·  Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
·  Terlibat hukum .
·  Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar